POROSMAJU.COM, MAKASSAR, Kejayaan kerajaan Gowa-Tallo tak terlepas dari dua nama besar pada awal abad 17, yaitu Karaeng Matoaya dan Sultan Alauddin. Di bawah panji Islam, keduanya mampu menaklukan kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan yang bukan sekutunya.
Pada masa pemerintahan keduanya, kerajaan Gowa-Tallo merintis kejayaan yang kemudian menyebabkan kerajaan ini dikenal di nusantara. Keputusan Raja Gowa-Tallo untuk memeluk Islam juga menjadi salah satu jalan untuk mempersekutukan dan terhubung dengan kerajaan Islam yang lain.
Di antara nama-nama besar kerajaan Gowa-Makassar di masa jayanya, sebuah nama mentereng hadir sebagai seseorang yang bukan hanya sebagai seorang pemimpin, tetapi menjadi seseorang yang dikenal di sebagai seorang cendikiawan. Ia adalah Karaeng Pattingalloang, sosok yang mewarisi kejayaan dan pelanjut takhta ayahnya, Karaeng Matoaya.
Karaeng Pattingalloang dikenal sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia adalah satu dari sekian banyak raja nusantara yang menguasai berbagai macam bahasa dan memiliki koleksi benda-benda yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Penulis dan peneliti kebudayan sejarah Bugis-Makassar menyebutkan bahwa Karaeng Pattingalloang merupakan “Renaissance Man”.
Bahkan Denys Lombard dalam “Nusa Jawa: Batas-Batas Pembaratan” menyebutkan bahwa kecerdasan Karaeng Pattingalloang merupakan salah satu alasan puncak kejayaan kerajaan Gowa-Tallo. Mengutip seorang pastur bernama Alexandre de Rhodes, Lombard menyebutkan, jika tidak melihat wajah Karaeng Pattingalloang saat berbicara, maka kita mengiranya sebagai seorang bule. Ini karena kemampaun berbahasanya yang begitu fasih.
Disebutkan di beberapa sumber, Karaeng Pattingalloang, selain menguasai bahasa daerah, ia juga menguasai bahasa Latin, Spayol, dan Portugis. Kecintaanya terhadap ilmu pengetahuan juga dibuktikan dengan jumlah koleksi buku yang sangat banyak.
Selain mengoleksi buku, karaeng Pattingalloang juga memesan beberapa globe, atlas, hingga teropong yang tentu saja di zaman itu merupakan sebuah lompatan besar dalam peradaban di Sulawesi Selatan.
Selain kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, Karaeng Pattingalloang juga mampu mendidik dengan baik. Sebagaimana dalam buku Warisan Arung Palakka Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke 17 yang dtulis Leonard Y Andaya bahwa Arung Palakka pernah diasuh oleh Karaeng Pattingalloang. Arung Palakka bahkan menjadi salah satu pemuda yang sangat disenangi Karaeng Pattingalloang dan menjadi pembawa daun sirinya.
Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan juga dibarengi nilai religius yang tetap dipegang teguh oleh Kareng Pattigalloang. Sebagaimana dalam catatan Lombard, Alexadre de Rhodes pernah mencoba mengkristenkan Karaeng Pattingalloang, tetapi usaha tersebut gagal karena keteuhan Karaeng Pattingalloang taat Islam.
Tentu banyak hal yang dapat dijadikan teladan dari sosok Karaeng Pattingalloang sebagai seorang pemimpin di Sulsel. Tentunya, sebuah harapan besar bagi masyarakat Sulsel yang saat ini sedang dalam tahapan demokrasi untuk memilih pemimpin Sulsel.
Di antara pasangan calon yang ada, tentunya dibutuhkan pemimpin yang memiliki karakter, kepribadian, dan visi yang sama dengan Karaeng Pattigalloang. Seorang pemimpin yang bukan hanya menjadi seorang pemimpin, tetapi juga cinta terhadap ilmu pengetahuan.
Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan tentu saja diharapkan tidak hanya sebatas jualan politik dengan berbagai program yang bombastis. Akan tetapi, dibutuhkan sebuah pemikiran yang “progresif” untuk merumuskan visi pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan di Sulsel.
Hal yang paling sederhana, tentunya adalah seorang pemimpin yang mampu mendukung gerakan literasi di Sulsel. Semoga ada di antara mereka yang memiliki karakter dan pemikiran seperti Karaeng Pattingalloang.
Menanti Cagub Titisan Karaeng Patingalloang
Read Also
POROSMAJU.COM, Sebuah nama kembali muncul ke permukaan. Rocky Gerung,…
POROSMAJU.COM- Jika kita menelusuri jalan provinsi, 7 kilometer arah…