Poromaju.com, Makassar — Suasana Pelatihan Kader Tarjih Tingkat Nasional Angkatan I yang digelar Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah memasuki hari ketiga, Jumat, 30 Mei 2025, dengan suasana yang semakin dinamis dan partisipatif. Bertempat di Hotel Aryaduta Makassar, pelatihan menampilkan wajah intelektual Islam yang hidup, terbuka, dan mencerminkan atas realitas sosial keumatan.
Ruang pelatihan disulap menjadi forum diskusi interaktif. Para peserta duduk melingkar di lantai, membentuk kelompok-kelompok kecil yang terlibat dalam diskusi mendalam mengenai pendekatan-pendekatan metodologis dalam tarjih. Mereka menelaah literatur klasik, menyusun lembar kerja, dan menuliskannya di atas kertas plano yang tersebar di berbagai sudut ruangan.
Materi utama yang diangkat pada hari ketiga bertajuk “Manhaj Tarjih 4: Pendekatan dan Asumsi dalam Bertarjih.” Dua instruktur perempuan, Lailatis Syarifah Lc., MA., dan ‘Aabidah Ummu ‘Aziizah, SPd.I., M.Pd., memandu sesi ini dengan gaya yang komunikatif dan substansial. Kehadiran mereka di tengah dominasi peserta laki-laki menjadi sorotan tersendiri, menegaskan komitmen Muhammadiyah dalam membuka ruang bagi kaderisasi ulama perempuan.
“Muhammadiyah menyadari pentingnya kehadiran ulama perempuan. Oleh karena itu, dalam pelatihan ini kami menghadirkan instruktur perempuan. Bahkan ke depan, akan diselenggarakan pelatihan khusus bagi mubalighah dan pengajar Muslimah,” ujar Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Muhamad Rofiq Muzakkir PhD, saat membuka acara.
Latihan Bayani, Burhani, Irfani
Para peserta bagian menjadi tiga kelompok untuk mendalami pendekatan bayani, burhani, dan irfani dalam metode istinbath hukum Islam. Masing-masing kelompok tidak hanya diminta mendefinisikan pendekatan yang mereka bahas, tetapi juga mengkaji karakteristik, kelebihan, kekurangan, serta studi kasus penerapannya.
Kelompok Bayani mengangkat tema ibadah sebagai fokus kajian, kelompok Burhani mengangkat isu rokok, sementara kelompok Irfani mengangkat isu poligami. Diskusi berlangsung dalam suasana serius namun cair, dengan peserta saling berkunjung ke kelompok lain dalam format “rumah ilmu” untuk saling bertukar pandangan.
Salah satu metode yang digunakan adalah “penjaga rumah”, di mana satu anggota tiap kelompok bertugas memberikan penjelasan kepada kelompok lain yang datang berkunjung. Format ini terbukti efisien dan mendorong keterlibatan aktif seluruh peserta.
Wajah Baru Kaderisasi Tarjih
Pemandangan para peserta yang duduk bersila, membuka kitab, menyusun argumen hukum, hingga memperdebatkan prinsip-prinsip maqashid syariah menunjukkan pendekatan pelatihan yang tidak hanya menekankan teks otoritas, tetapi juga kepekaan terhadap konteks sosial dan realitas kebangsaan.
Instruktur perempuan pun tampak aktif berpindah dari satu kelompok ke kelompok lain, memfasilitasi diskusi, meluruskan argumentasi, dan mendorong eksplorasi nalar hukum yang sehat. Dalam ruang yang sama, Muhammadiyah menghadirkan wajah tarjih sebagai praksis keilmuan yang dihilangkan pada teks namun kesamaan pada kenyataan.
Pelatihan ini bukan sekedar tempat belajar, melainkan arena pembentukan watak tarjih yang berpikir kritis, inklusif, dan berorientasi pada maslahat. Kombinasi antara tradisi keilmuan nasional dan semangat partisipatif menjadi kekuatan utama dalam pelatihan kader tarjih ini.