POROSMAJU-JAKARTA, John Jonga, salah satu tokoh Papua mengaku kecewa terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dalam penanganan penyelesaian hak asasi manusia (HAM). Sebagaimana dalam CNN, John mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi tidak melakukan apa-apa terkait kasus HAM di Papua.
“Aksi dan gerakannya khayal, tidak ada apa-apa, apa yang mau diharapkan untuk penegakkan hukum,” ungkap John dalam CNN, Selasa, 19 Desember 2017.
Kritikan tersebut dilontarkan John untuk menyindir tim penanganan kasus HAM Papua yang dibentuk oleh Jokowi. Tim tersebut dianggap tidak memperlihatkan hasil yang maksimal.
John juga mengkritik pemerintah terkait cepatnya respons Jokowi terhadap pernyataan Donal Trump terkait Yerussalem, tetapi begitu lambat dalam penanganan kasus HAM di Papua.
“Papua tidak lebih penting daripada Palestina,” kata John saat Seminar Nasional Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi untuk Papua di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta.
Sementara itu, Ketua Tim Kajian Papua LIPI, Andrianan Elisabet menyebutkan bahwa terkait kasus di Papua dan Papua Barat, pemerintah telah membentuk tim terpadu. Tim tersebut berada dibawah naungan Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM.
Meski demikian, Andriana mengaku bahwa penanganan kasus pelanggaran HAM di Papua tidak begitu maksimal.
“Tim investigasi HAM sudah dibentuk tapi kemajuan belum bisa dirasakan, penanganan cenderung lambat karena pemahaman kurang soal HAM. Ada kesan menghindar soal HAM karena terkesan hanya masalah sipil politik,” kata Andriana.
Andriana juga menyampaikan bahwa warga Papua saat ini tidak hanya memperjuangkan kasus-kasus HAM tetapi juga sedang menghadapi pihak asing yang ingin merampas tanah adat mereka. Hal ini juga berkaitan dengan HAM.
“Ketika masyarakat adat mempertahankan hak adat, tanah adat, dianggap kelompok antipembangunan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Andriana mengatakan bahwa proses demokrasi harusnya melibatkan mansyarkat Papua dalam menyelesaikan suatu masalah.
“Yang terpenting dialog jadi bagian proses demokratisasi harus jadi satu pemikiran dan direalisasikan,” ujar Andriana.
Dialog bagi Andriana merupakan solusi yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan kekerasan dalam menyelesaikan masalah di Papua. Maka dari itu diperlukan penataan aparat keamanan di Papua.
“Penghentian kekerasan, penataan aparat keamanan dan intelijen juga harus dilakukan,” katanya
Sementara itu, pihak dari Kemenko Polhukam, Syafii mengungkapkan bahwa tidak keinginan untuk menunda proses penanganan kasus HAM di Papua, hanya saja tetap ada proses-proses yang harus dilalui.
“Tidak ada keinginan kami untuk menunda tapi ada proses administrasi yang harus kami lakukan, kami ingin menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua,” kata Syafii.