POROSMAJU.COM, JAKARTA- Di tengah derasnya desakan mundur terhadap dirinya, Arief tetap dilantik untuk menjadi Hakim Konstitusi di periode kedua.
Presiden Joko Widodo mengambil sumpah jabatan Arief Hidayat menjadi Hakim Konstitusi 2018-2023, Selasa 27 Maret 2018 bertempat di Istana Merdeka.
Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 139/P/2017 tentang Pengangkatan Hakim Konstitusi dan ditandatangani 18 Desember 2017.
Arief mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan sejumlah pejabat yang hadir.
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa,” ucap Arif.
Arief mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan sejumlah pejabat yang hadir.
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa,” ucap Arif.
Setelah pembacaan sumpah jabatan, ia bersama Presiden Jokowi menandatangani berita acara.
Tampak hadir pula Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali serta delapan hakim konstitusi lainnya tampak menyertai pengambilan sumpah jabatan Arief. Beberapa di antaranya seperti Saldi Isra, Anwar Usman, dan Maria Farida.
Sementara posisi ketua MK belum ada yang menjabat. Pada April mendatang, para hakim konstitusi akan memilih ketua MK yang baru.Seperti yang diketahui, Arief pernah dilaporkan ke dewan etik MK. Arief dilaporkan Majelis Anti Korupsi (MAK) terkait dugaan lobi-lobi politik kepada Komisi III DPR untuk kembali menjabat sebagai Ketua MK.
Karena terbukti dua kali melanggar etik, selain MAK, sejumlah pimpinan komisi III DPR dan 54 Guru Besar juga mendesak Arief untuk mundur dari jabatannya.