Jaksa Pastikan Dakwaan Nur Alam Tidak Salah Alamat

Gubernur Nonaktif Sualwesi Tenggara, Nur Alam saat menjalani pemerikasaan di KPK Oktober2017 lalu (sumber: tempo.co)

POROSMAJU.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan perbuatan Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, Nur Alam, bukan termasuk pidana lingkungan hidup. Karena itu, anggapan dakwaan Nur Alam salah alamat tidaklah tepat.
Perbuatan Nur Alam dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Hal itu dikatakan jaksa KPK saat membaca surat tanggapan terhadap nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan penasehat hukum Nur Alam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 4 Desember 2017.
“Konsep hukum pidana mensyaratkan adanya niat pelaku melakukan kejahatan. Penegak hukum harus menemukan bukti niat jahat dan perbuatan jahat pelaku, yakni niat dan perbuatan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi,” ujar jaksa Afni Carolina di Pengadilan Tipikor.
Menurut jaksa, surat dakwaan telah jelas mengurai perbuatan melawan hukum berupa tindak pidana korupsi yang dilakukan Nur Alam.
Perbuatan itu terwujud karena kerja sama yang erat dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Kemudian, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Sebelumnya, dalam materi eksepsi, penasehat hukum menilai dugaan tindak pidana yang dilakukan kliennya lebih tepat menggunakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut penasihat hukum, dugaan tindak pidana terkait penyalahgunaan wewenang penerbitan izin tambang mengacu pada Pasal 165 UU Minerba. Dengan demikian, perbuatan termasuk pidana administratif, bukan pidana korupsi.
Namun, jaksa menilai UU Minerba tidak mengatur adanya kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum dalam mengeluarkan izin pertambangan.
“Maka pidana korupsi yang didakwakan sudah sangat tepat, karena UU Tipikor berusaha mengembalikan kerugian negara. Kami harapkan penasehat hukum membantu terdakwa memahaminya,” kata jaksa KPK sesuai dilansir oleh kompas.com.
Nur Alam merupakan tersangka dugaan kasus korupsi penyalahgunaan kewenangan untuk penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) tambang nikel bagi PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di dua kabupaten di Sulawesi Tenggara dari 2009 sampai 2014.
Dalam sidang dakwaan yang digelar pada Senin lalu, 20 November 2017, Nur Alam didakwa memperkaya diri sendiri dengan menerima uang Rp 2,7 miliar dan gratifikasi sekitar Rp 40,26 miliar terkait dengan pemberian izin ini. Ia juga didakwa menyebabkan kerugian negara hingga Rp 4,3 triliun dan memperkaya PT Billy Indonesia, yang terafiliasi dengan PT AHM, hingga Rp 1,5 triliun, sesuai dilansir oleh tempo.co.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *