Example 728x250
Berita

Warna Kulit "Cantik" Ideal dari Masa ke Masa di Indonesia

77
×

Warna Kulit "Cantik" Ideal dari Masa ke Masa di Indonesia

Share this article
Example 468x60

ILustrasi (Google)

POROSMAJU, Saat ini, untuk menunjukkan kecantikan, selalu bersinggungan dengan warna kulit. Ratusan tahun sejarah Indonesia ternyata penuh dinamika dalam pendefinisian kulit yang ideal untuk warga negara Indonesia.
Setiap masa memilik gejolak tersendiri dalam mengonstruksi pikiran terhadap warna kulit ideal. Hal inilah yang kemudian terjelaskan dengan baik melalui buku PUTIH; Warna Kulit, Ras, dan Kecantikan di Indonesia Transnasional karya L Ayu Saraswati.
Sebelum memasuki satu persatu era kecantikan dan warna kulit putih ideal, terlebih dahulu perlu diketahui landasan teori yang digunakan penulis untuk menjelaskan perihal ini.
Salah satu bagian terpenting sebagai landasan untuk memahami persoalan “warna kulit, ras, dan kecantikan di Indonesia transnasional” adalah pengetahuan tentang afek/rasa/emosi. Teori tentang rasa dalam memandang sebuah kecantikan menjadi hal menarik dalam buku ini.
Rasa dalam buku ini didefinisikan sebagai sebuah emosi yang dirasa dominan saat menjumpai karakter dan peristiwa performatif (Sarawati, 2017: 26). Rasa ini kemudian menjadi landasan untuk bereaksi terhadap suatu peristiwa yang terjadi, termasuk dalam melihat warna kulit.
Hal yang tak terpikirkan sebelumnya bahwa rasa ternyata tidak lahir secara alamiah, tetapi rasa dipengaruhi oleh konstruksi sosial. Konstruksi sosial erat kaitannya dengan sejarah kebangsaan.
Masa Prakolonial,  Cantik Sinta-Ramayana

Sebelum Belanda menguasai Indonesia, warna kulit ideal Indonesia telah terkonstruk dari cerita Ramayana. Kisah ini disinyalir sebagai salah satu teks yang berpengaruh di masa prakolonial.
Teks Ramayana secara tidak langsung memberikan acuan dan standardisasi tentang cantik di masa itu. “Ramayana berfungsi sebagai simpul yang dengannya saya menjalin narasi-narasi transnasional tentang warna kulit ketika bersaling silang dengan ras dan gender dari India hingga Jawa prakolonia” (Saraswati, 2017: 35).
Buku ini dengan ciamik menjelaskan definisi cantik Sinta di dalam Ramayana yang selalu digambarkan sebagai “rembulan/bulan” yang terang. Di sisi lain, ada  konotasi warna gelap kepada Rahwana yang memiliki watak jahat. Warna kulit terang, saat itu, tidak hanya berkonotasi baik, tetapi juga berkonotasi sebagai bentuk kecantikan.
Era Kolonial, Cantik-Penjajah

Di era kolonial, ada dua penjajah yang menjadi aktor utama pembentuk konstruksi kulit yang ideal, yaitu Belanda dan Jepang. Di masa pendudukan Belanda, konstruksi tentang kecantikan digambarkan melalui iklan-iklan yang berasal dari bangsa Eropa.
Warna yang dikonstruksi menjadi warna yang ideal adalah warna Kaukasia, salah satu warna kulit ras di Eropa.  Saat itu, muncul model-model yang berasa dari Eropa sebagai bintang iklan di Indonesia.
Selain itu, konstruksi iklan saat itu selalu menggambarkan tentang kesejukan Eropa sebagai hegemoni untuk merumuskan kecantikan ideal yaitu, cantik standar Eropa dengan warna kulit kaukasia.
Lain halnya ketika Jepang berkuasa, warna kulit putih kaukasia milik Eropa kemudian direduksi menjadi sesuatu yang tertinggal. Pendudukan Jepang melancarkan superioritas dengan menentukan standar kulit yang ideal bagi perempuan adalah seperti warna kulit perempuan-perempuan Jepang.
Jepang saat itu secara terang-terangan berusaha membentuk kiblat baru tentang kebudayaan ideal, termasuk warna kulit. Terjadi diskriminasi terhadap ras Eropa sebagai upaya untuk membentuk pemahaman bahwa warna kulit perempuan Jepang adalah warna ideal disebut cantik.
Pasca Kemerdekaan, Cantik Kaukasia

Selepas pendudukan Belanda dan Jepang, secara ringkas dapat disederhanakan bahwa kulit ideal di masa Soekarno kembali kepada kekhasan  dan kelembutan perempuan Jawa. Meskipun bias kulit Kaukasia maupun Jepang tetap saja ada saat itu, tetapi sudah tidak dominan.
Soekarno yang saat itu sangat anti-Barat, melancarkan kebijakan-kebijakan yang secara tidak langsung mengatur “kebudayaan” Indonesia, termasuk warna kulit yang dilancarkan di iklan-iklan.
Soekarno berusaha mengembalikan identitas Indonesia dengan menjadikan kulit wanita Jawa, dengan tampilan yang sopan dan anggun, menjadi kulit yang ideal. Hanya saja, perebutan kekuasaan pada tahun 1966 menjadi titik nadir upaya seokarno. Hal ini juga berimbas terhadap kebijakan terhadap usaha-usaha produk kecantikan di Indonesia.
Lain halnya dengan pemerintah Orde Baru yang kembali menggeser warna kulit ideal kembali ke warna kaukasia. Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh asing dan serangan investor yang juga menguasai produk kosmetik melalui iklan-iklan kecantikan.
Seoharto membuka ruang sebasar-besarnya terhadap investor asing, termasuk pengusaha-pengusaha yang bergerak di bidang produk kecantikan. Produk lokal kemudian sulit untuk bersaing dengan produk-produk dari luar. Perusahan kecantikan tersebut kemudian menguasai pasar dan buku-buku tentang kecantikan kemudian diproduksi berdasarkan standar yang ada di dunia barat.
Era Kosmoplitan, Cantik Transnasional

Era kosmopolitan merupakan era yang paling sulit untuk dijelaskan perihal warna kulit putih ideal. Hanya saja, satu hal yang dapat diketahui bahwa saluran-saluran tv dan seluruh media masih tetap dipenuhi iklan-iklan kecantikan yang mereprsentasikan warna kulit terang atau putih, sebagai warna yang ideal.
Maka dari itu, sulit untuk menggeser warna ideal ini ke ranah warna kulit gelap atau warna sawo matang ala Indonesia.
Pada bagian terakhir, Saraswati menghubungnkan antara malu dan warna kulit, serta dan hubungan emosi terhadap cantik transnasional. Hal ini merujuk pada keadaan bahwa konstruksi kecantikan tetap dipengaruhi media melalui iklan-iklan kecantikan. Kecantikan tersebut tetap pada asosiasi warna kulit yang terang atau putih. Hanya saja, putih transnasional Indonesia memiliki standar tersendiri yang tidak lagi merujuk pada putih ras Kaukasia Eropa. Sebagai kesimpulan, sejarah menunjukkan bahwa cantik selalu samar-samar untuk didefinisikan, tetapi warna kulit putih ideal selalu warna kulit terang ( baca:putih).
 
Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *