Example 728x250
Berkhas

Westerling dan Kisah-Kisah Lain

55
×

Westerling dan Kisah-Kisah Lain

Share this article
Example 468x60


POROSMAJU-MAKASSAR, Pada 11 Desember 1946, dimulailah teror terhadap warga Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Raymond Paul Pierre Westerling. Saat itu, Westerling bersama 125 serdadu baret hijau yang ahli dalam segala jenis perang dikirim ke Sulsel berdasarkan izin Jenderal Simon Hendrik Spoor, Panglima Tentara Belanda di Indonesia.
Kepercayaan Spoor terhadap Westerling dikarenakan alumni pasukan komando Perang Eropa, Spoor berharap agar Westerling bisa melemahkan, jika perlu menumpas, kekuatan pemberontakan terhadap Belanda di Sulawesi Selatan.
Berikut ini tiga hal menarik dari Westerling dan kisah lain sepeutar Westerling terhadap pembunuhan 40.000 jiwa di Sulawesi Selatan.
Masa Muda Westerling
Sebelum dikirim oleh Belanda ke Indonesia, Westerling memiliki masa muda yang cukup kelam. Meski masa kecil Westerling tidak begitu banyak yang bisa diungkap, tetapi beberapa data menyebutkan bahwa Kapten Westerling lahir di Istanbul, Turki, pada hari Minggu, 31 Agustus 1919. Orangtuanya adalah pasangan pedagang karpet. Ayahnya seorang Belanda, ibunya keturunan Yunani
Ketika berusia 5 tahun, kedua orang tuanya meninggalkan Westerling. Anak yang sulit merasakan bahagia itu lalu hidup di panti asuhan. Sejak di panti asuhanlah, Westerling belajar mandiri untuk tidak bergantung pada siapapun.
Sejak kecil Westerling memang sudah menyukai buku-buku perang. Ketika Perang Dunia pecah, Desember 1940, ia datang ke Konsulat Belanda di Istanbul untuk menjadi sukarelawan.  Ia diterima, tetapi terlebih dahulu harus bergabung dengan pasukan Australia.
Westerling kemudian ikut angkat senjata di Mesir dan Palestina. Setelah itu, ia dikirim ke Inggris. Saat itulah, kesewenang-wenangannya mulai muncul. Ia menyelinap menuju Kanada, melaporkan diri ke Tangsi Ratu Juliana, di Sratford, Ontario. Di tempat itu kemudian Westerling belajar berbahasa Belanda.
Westerling lalu dikirim ke Inggris. Ia bergabung dalam Brigade Putri Irene. Di Skotlandia berhasil mendapatkan baret hijau. Di Inggris Westerling sempat mendapatkan berbagai misi rahasia.
Menurut buku De Zuid-Celebes Affairs, di Belgia itulah ia kali pertama merasakan perang sesungguhnya. Tapi, menurut Westerling sendiri, dalam Westerling, ‘De Eenling’ (Westerling, Si Penyendiri), perkenalan pertamanya dengan perang terjadi di hutan-hutan Burma.
Pada tahun 1943 Westerling berangkat ke India untuk betugas di bawah Laksamana Madya Mountbatten Panglima South East Asia Command (Komando Asia Tenggara). Mereka tiba di India pada 15 Januari 1944 dan ditempatkan di Kedgaon, 60 km di utara kota Poona.
Pada 20 Juli 1946, Westerling diangkat menjadi komandan pasukan khusus, Depot Speciale Troepen – DST (Depot Pasukan Khusus). Awalnya, penunjukkan Westerling memimpin DST ini hanya untuk sementara sampai diperoleh komandan yang lebih tepat, dan pangkatnya pun tidak dinaikkan, tetap Letnan II. Namun dia berhasil meningkatkan mutu pasukan sehingga mendapatkan penugasan ke Sulawesi, saat itulah kekejama Westerling dimulai.
Polemik Jumlah Korban
“Kalau hanya senyum yang engkau berikan, Westerling pun tersenyum…” demikian kata Iwan Fals dalam lagu Pesawat Tempur.
Di balik senyum Westerling, muncul perdebatan soal jumlah korban kekejaman Westerling. Hasil penyelidikan pemerintah Belanda pada 1969 ditemukan data 3000 korban. Atas perbuatan Westerling itu, Duta Besar Belanda Tjeerd de Zwaan meminta maaf kepada keluarga korban dan menyantuni kepada 10 janda korban, sebesar Rp 301 juta.
Sedangkan berdasarkan penyelidikan Angkatan Darat Republik Indonesia pada 1950an hanya menemukan angka 1.700 korban tewas. Berdasarkan tulisan Ramadhan KH dalam autobiografi Alex Kawilarang, Untuk Sang Merah Putih (1988), tidak semua dari korban tersebut merupakan korban dari Westerling.
Angka yang lebih sedikit justru dikemukanan oleh pelaku sejarah kekejaman tersebut. Westerling dalam Challenge to Terror, menyebut angka 600 orang sebagai korban kekejamannya.
Sejarawan Anhar Gonggong, sebagaimana dalam tirto.id, menyebut jumlah korban yang tewas mencapai sekitar 10 ribu orang. “Tapi, itu memang tidak semuanya korban Westerling,” terang Anhar.
Sedangkan angka 40.000 jiwa yang kini melekat pada peristiwa 11 Desember tersebut merupakan yang muncul dari tokoh DI/TII Sulawesi Selatan Kahar Muzakkar. Ada yang menduga bahwa Kahar yang di masa revolusi sedang berjuang di Jawa sebagai bagian TNI begitu emosional hingga keluar dari mulutnya angka bombastis 40.000.
Politik Menjelang Pilkada Kota Makassar pada Peringatan 40.000 Korban Jiwa di Makassar

Setiap tanggal 11 Desember, di Kota Makassar diperingati hari 40.000 korban jiwa di Makassar. Ada hal menarik pada momen peringatan 40.000 korban jiwa pada tahun 2017. Pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, Danny-Ical, hadir bersama pada upacara yang dilaksakan monument korban 40.000 jiwa.
Pada peringatan hari 40.000 korban jiwa tahun 2016, dari Pemerintah Kota Makassar saat itu hanya dihadiri oleh Walikota Dannya Pomanto. Demikian juga pada tahun 2015, Walikota Makassar, Dany Pomanto hadir tanpa Wakil Wali Kota Makassar.
Di kegiatan internasional seperti F8 pun dan beberapa kegiatan lain, saat pembukaan hanya dihadiri Dany Pomanto tanpa didampingi  Ical.
Baru pada tahun 2017, menjelang akhir periode jabatan sebagai walikota dan wakil walikota, keduanya hadir. Terlalu sulit untuk menafsirkan peristiwa ini, tetapi di hari yang bersejarah ini, hal ini merupakan kejadian yang menarik.
(diolah dari tirto.id, wikipedia, serbasejarah.com, dan porosmaju.com)

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *