POROSMAJU.COM, Terdapat tujuh keutamaan yang mendasari kepribadian yang mantap. Ketujuh hal itu adalah kejujuran, keotentikan, kesediaan untuk bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati, dan sikap realistik dan kritis. Demikianlah yang dikatakan oleh Franz Magnis Suseno, dalam Jati Diri Manusia Bugis (2016) tulisan Mashadi Said.
Jika teori tersebut dikaitkan dengan pandangan dunia Bugis serta manifestasinya dalam wujud kualitas pribadi siri-pesse, kiranya jelas bahwa nilai moral yang dipersyaratkan pada suat pribadi yang mantap juga menjadi penekanan dalam etika Bugis.
Jadi, etika siriq-pesse dalam masyarakat Bugis menekankan terciptanya suatu pribadi yang mempunyai moral yang kuat. Dalam tradisi siriq, laki-laki dianggap sebagai pembela kehormatan dan perempuan sebagai wadah kehormatan. Kurang lebih seperti itu.
Perempun adalah pusat kehormatan di mana laki-laki turut serta di dalamnya. Laki-laki bertanggung jawab atas terjaganya kehormatan tersebut.
Kejadian yang marak belakangan adalah fenomena hamil di luar nikah. Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sekitar 62,7% remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah. Tidak menutup kemungkinan jumlah itu kian meningkat.
Dikutip melalui laman Bugis Warta, di Kabupaten Bone, pernikahan di bawah umur tergolong tinggi. Fakta tersebut dapat diketahui berdasarkan dispensasi nikah yang diberikan pengadilan agama (PA) Watampone pada tahun 2014. Jumlahnya mencapai 98 ajuan dikarenakan kasus hamil di luar nikah.
Fenomena tersebut kian marak meski tanpa bantuan angka-angka. Belakangan, bahkan keadaan demikian seolah wajar-wajar saja. Seorang ibu muda yang tiba-tiba melahirkan di usia pernikahannya yang baru sebulan atau seorang perempuan yang melahirkan sebelum acara lamaran tidak begitu mencengangkan lagi.
Juga baru-baru ini di bulan Januari, masih hangat di telinga berita tentang seorang siswi SMK yang melahirkan di sekolah. Diketahui bahwa ia merupakan korban pemerkosaan seorang remaja berusia 20 tahun, yang berprofesi sebagai kenek di Makassar.
Jangan tanya bagaimana! Tentu ini karena generasi sekarang tidak pernah memahami tradisi siriq-pesse. Padahal hal tersebut sangat penting sebagai salah satu keyakinan untuk membentengi diri. Ketika pelajaran seperti ini tidak didapatkan melalui pendidikan formal, setidaknya hal ini dapat diperoleh melalui pendidikan nonformal.
Dalam buku “Jati Diri Manusia Bugis (244)” dijelaskan bahwa pendidikan formal yang dimaksud adalah keluarga, media massa, dan pertemuan kelompok.
Menurut hemat saya, media massa seharusnya menempati peran yang paling mendominasi terutama televisi. Pertanyaanya, apakah iya televisi kita, meski hanya secara simbolik berperan penting dalam menghadirkan nilai siri’-pesse?
Seperti yang disebutkan Chris Barker dalam “Cultural studies (1999)” mengatakan bahwa ketika televisi mulai mengglobal, maka tempat televisi dalam pembentukan identitas etnis dan identitas nasional semakin menunjukkan arti pentingnya.
Seandainya saja tayangan televisi kita tidak hanya sekadar mempertontonkan perkumpulan remaja, yang mengenakan baju pas badan dan lipstik di bibir ketika ke sekolah. Rok mini dan rambut blonde ketika datang ke kampus, atau kisah cinta romantis yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan saling bertatapan. Siapa yang tahu (Kartini).
Siri’-Pesse Mengendap, Fenomena Hamil di Luar Nikah di Permukaan
Admin3 min read