POROSMAJU.COM, JAKARTA- Kontoversi atas Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) masih mengiringi rencana pengesahannya 14 Februari mendatang oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Perdebatan tersebut terjadi di antara pihak pemerintah dan DPR selaku pihak perumus, dengan kalangan aktivis hak asasi manusia perihal sejumlah pasal RKUHP.
Pasal-pasal RKUHP yang diperdebatkan kedua pihak di antaranya pasal mengenai ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, pasal penghinaan terhadap presiden, pasal perzinaan, hubungan sesama jenis, hingga pasal tentang alat pencegah kehamilan.
Berikut rangkuman sejumlah pasal yang dinilai kontroversi berdasarkan draf Buku Kedua RKUHP hasil kajian Tim Pemerintah dan Komisi III per 10 Januari 2018.
1. Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme (Pasal 219–221)
Pasal-pasal ini pada intinya mengatur soal larangan menyebarkan ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme, bagi siapapun dengan pengecualian bagi orang-orang yang melakukan kajian terhadap ajaran tersebut. Ancaman pidana bagi mereka yang menyebarkan ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme bervariasi dari empat tahun hingga 15 tahun, tergantung akibat atau tujuannya.
Kritik
Aliansi KUHP menilai ketentuan dalam pasal-pasal tersebut samar, tidak jelas, dan dapat dijadikan alat pelanggaran HAM dan bentuk pengekangan model baru. Keberatan lain lantaran ketentuan itu hanya ditujukan kepada satu idelogi saja, terbatas Leninisme dan Marxisme.
2. Penghinaan Terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 263–264)
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dapat dijerat pidana penjara. Pengecualian berlaku untuk Pasal 263 yakni kepada mereka yang melakukannya jelas untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan diri.
Kritik
Pasal penghinaan presiden pernah dicabut berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi pada 2006. Komnas HAM menilai upaya DPR dan pemerintah menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden mengingkari agenda reformasi. Pasal ini juga disebut mengancam iklim demokrasi di Indonesia.
3. Tentang Pencegah Kehamilan dan Pengguguran Kandungan (Pasal 481–483)
Pasal ini melarang setiap orang yang tanpa diminta, namun secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk mencegah kehamilan atau alat menggugurkan kandungan. Orang yang menawarkan, menyiarkan atau menunjukkan cara memperoleh alat pencegah kehamilan atau menggugurkan kandungan juga dapat dijerat pidana.
Kritik
Pengurus Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) khawatir pasal-pasal tersebut berpotensi mengganggu program Keluarga Berencana yang sosialisasinya selama ini melibatkan tokoh masyarakat dan kalangan lain.
4. Perluasan Zina (Pasal 484)
Laki-laki atau perempuan baik yang terikat perkawinan sah atau tidak terancam hukuman pidana jika melakukan zina.
Kritik
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai perluasan tindak pidana zina berpotensi menimbulkan kasus persekusi sebab sulit untuk membuktikan terjadinya tindak pidana zina atau persetubuhan.
5. Pencabulan dan Hubungan Sesama Jenis (Pasal 495)
Pasal ini mengancam setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan sesama jenis yang belum berusia 18 tahun, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Sedangkan Pasal 495 Ayat (1) mengatur tambahan pidana bagi pelaku perbuatan cabul dengan cara-cara tertentu.
Kritik
Pasal ini dinilai hanya menyerang kelompok gay dan bisa membuat mereka takut mengakses layanan kesehatan di fasilitas kesehatan.