POROSMAJU.COM, JAKARTA- Perbincangan yang menghebohkan sekaligus hangat minggu ini adalah rencana pemerintah untuk memotong gaji Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil muslim sebesar 2,5 persen untuk zakat.
Kebijakan ini adalah fasilitas yang diberikan pemerintah bagi aparaturnya yang ingin menunaikan kewajibannya sebagai Muslim. Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin, menegaskan, tidak ada ada keharusan bagi PNS atau ASN muslim untuk mengikuti kebijakan ini.
“Jadi, ada akad. Tidak serta merta pemerintah memotong, atau menghimpun zakatnya,” ujar Lukman dalam konferensi pers di kantornya, Rabu 7 Februari 2018.
Jika kebijakan tersebut diterapkan pun dipastikan hanya berlaku bagi bagi ASN muslim yang pendapatannya sudah mencapai nishab, atau batas minimal penghasilan yang wajib membayar zakat.
“Artinya, ini juga tidak berlaku bagi seluruh ASN Muslim,” tambahnya.
Meskipun nantinya aturan ini akan dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres), namun, menurutnya penghimpunan dana zakat ini bukanlah hal yang baru.
Sebelumnya, aturan yang serupa telah diatur dalam undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian, dari UU itu, lahir Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan UU 23 tahun 2014.
Aturan lainnya yang menjadi dasar hukum adalah, Peraturan Menteri Agama Nomor 52 tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah, serta Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif.
Pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI), diwakilkan oleh Fahmi Salim selaku wakil ketua, menyambut baik wacana pemerintah untuk memfasilitasi aparaturnya yang beragama Islam untuk menunaikan kewajibannya. Menurutnya, kebijakan ini bisa dikategorikan zakat profesi.
Namun, dia mengingatkan, pemerintah harus hati-hati dan cermat dalam mengimplementasikan kebijakan ini di lapangan. Sehingga, tidak ada PNS yang merasa terzalimi.
“Yang harus dipastikan adalah teknis di lapangan, apakah semua PNS itu benar-benar semua gaji golongan apa, golongan berapa itu yang sudah sampai pada nishabnya,” jelas Fahmi, Rabu 7 Februari 2018.
Nishab adalah batas penghasilan seorang muslim, sehingga ia diwajibkan membayar zakat. Dalam hitungannya, menggunakan ukuran beras, yaitu berpenghasilan bersih minimal setara dengan 250 kilogram.
Sebagaimana ketentuan yang berlaku di Baznas berdasarkan fatwa MUI, nilai nishab adalah seharga emas 85 gram. Berarti ASN yang wajib zakat adalah yang berpenghasilan dalam setahun sebesar emas 85 gram.
“Jadi, per bulan sekitar Rp4 juta sekian lah. Mereka penghasilan di bawah itu tidak kena,” ujarnya.
Berdasarkan Kajian Kementerian Agama hingga saat ini, menurut Menag Lukman, dana zakat dari PNS yang bisa dihimpun per tahunnya mencapai Rp10 triliun. Potensi tersebut jelas sangat besar dan bisa dioptimalisasikan untuk kepentingan umat.
Dana tersebut nantinya akan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Baik untuk pendidikan, pesantren, madrasah, sekolah, beasiswa, rumah sakit, ekonomi umat, termasuk untuk membantu masyarakat yang mengalami musibah bencana.
Di lain pihak, Wakil Ketua Komisi VIII, Sodik Mujahid mengingatkan tujuan zakat adalah untuk pemberdayaan umat, maka tidak boleh pemerintah menggunakan hal lain. Apalagi, kalau sampai uang zakat PNS Muslim itu nantinya justru digunakan untuk infrastruktur.
“Tidak bisa (untuk infrastruktur),” tegas Ketua DPP Partai Gerindra tersebut.
Menanggapi hal itu, Menag Lukman pun menjelaskan, hal itu adalah kewenangan dari lembaga dan atau badan penghimpunan dana zakat. Pada prinsipnya dana zakat digunakan untuk kemaslahatan masyarakat banyak.
“Apakah untuk infrastruktur? Sangat tergantung dari lembaga itu, dalam menerjemahkan kemaslahatan itu maknanya sangat luas. Intinya meningkatkan kesejahteraan,” terangnya.
Pemotongan Gaji PNS Hanya Berlaku Bagi Penghasilan 4 Juta ke Atas
Admin3 min read