POROSMAJU.COM, Pada tradisi pernikahan Bugis, ada beberapa rangkaian yang seolah khatam oleh kita. Misalnya saja pada wilayah mahar dan uang panaik, mappacci (siraman), mapparola (kunjungan balasan ke mempelai pria, dan lain sebagainya.
Katakanlah, kita luput pada hal-hal kecil yang sebenarnya sangat punya pengaruh besar. Secara umum kita mengenal istilah event organizer yang akan mengatur jalannya suatu rangkaian acara, catering, dan dekorasi.
Di Bugis, meski tidak secara spesifik, terdapat beberapa pihak yang berwenang mengatur serangkaian keperluan dalam resepsi pernikahan.
Seperti yang diketahui bahwa sajian makanan dalam tradisi Bugis tidaklah sedikit. Dalam aturan makanan, tuan rumah penyelenggara resepsi akan mempercayakannya pada seorang jennang atau juga dikenal dengan istilah ‘bas’.
Biasanya, ditunjuk satu orang yang berwenang atas seluruh sajian, baik secara jumlah, jenis, dan waktu penyajian. Kue apa saja yang disajikan di hari pertama sampai acara berakhir juga menjadi tanggung jawab seorang bas.
Orang yang ditunjuk adalah orang yang dianggap sudah ahli dengan banyak pengalaman. Dalam satu lingkungan terdapat satu orang yang dipercaya sebagai bas. Sampai orang yang dimaksud sudah tidak bisa lagi menjalankan tugasnya, maka disepakatilah pihak lain yang dianggap mampu melanjutkan.
Najmia, adalah seorang bas di lingkungan Mattirotasi Kabupaten Maros. Diakuinya bahwa profesi tersebut dilakoninya belum lama ini. Bahasa ‘belum lama’ yang ia gunakan merujuk pada angka lebih dari lima tahun.
Ia pun menuturkan bahwa tidak ada kesepakatan yang pasti tentang kapan seseorang disebut bas. Penyampaian ketika diminta pun secara tersirat.
“Tidak adaji bilang kau jadi bas, bilangji saja idi’nna tu kuolli lokka mannasu-nasuanga (dengan ini saya memanggil Anda untuk datang menyiapkan masakan di acara kami),” terangnya.
Untuk harga, biasanya bergantung pada ekonomi keluarga penyelenggara. Ia juga menjelaskan bahwa dia tidak berharap dibayar karena tujuannya hanya membantu.
“Biasanya 300 ratus ribu, atau pembeli sabunji,” katanya sambil tertawa kecil.
Selain itu, bas jugalah yang bertanggungjawab penuh untuk membeli bahan makanan. Ia meyebut karena yang dibeli sebenarnya tidak banyak, maka seorang dirilah ia berbelanja.
“Itu rempah-rempah tidak banyak sebenarnya, jadi bas-ji yang biasa pergi belanja,” sambungnya.
Untuk urusan makanan, ada juga yang diatur oleh satu bas namun ada juga yang dijadikan tanggung jawab masing-masing.
“Biasa ada yang diatur sama satu orang tapi ada juga, yang lain kalau kue, lain juga kalau makanan seperti nasi,” jelas ibu enam anak tersebut.
Sutriani, masyarakat Mattirotasi yang baru saja melangsungkan acara menuturkan bahwa seorang bas sudah pasti ahli dalam hal makanan. Tidak dibutuhkan pembicaraan yang panjang karena bas sudah pasti terpercaya.
“Na-tahu juga-ji itu kalau bilang-ki standar-ka, tapi kalau bilang tongki yang mahal pahamji juga. Intinya na-tahu-ji itu,” katanya yakin.
Seorang bas dalam tradisi masyarakat Bugis memegang kepercayaan penuh karena ditempa oleh pengalaman yang cukup panjang. Meski tidak dibayar secara profesional namun tanggungjawab yang mereka emban sangat menentukan keberhasilan suatu acara.
Profesi mereka adalah gambaran tradisi masyarakat Bugis yang memegang nilai-nilai luhur dalam menjaga ikatan kekeluargaan di bawah naungan siriq na pesse.
Seorang Bas dan Keberhasilan Acara dalam Tradisi Pernikahan Bugis
Admin3 min read