POROSMAJU.COM, Setelah kisruh Januari lalu, Suriah kembali kisruh. Takkurang dari 250 orang warga sipil tewas dalam serangan udara dan tembakan artileri hingga Rabu, 21 Februari 2018.
Jumlah korban itu dilaporkan sebagai jumlah tertinggi sejak serangan bom kimia pada 2013 yang juga menewaskan ratusan orang.
“Saya terkejut dan tertekan oleh laporan serangan mengerikan terhadap enam rumah sakit di Ghouta timur selama 49 jam terakhir,” kata Panos Moumtzis, koordinator kemanusiaan regional PBB untuk krisis Suriah, dikutip dari Aljazeera.
Januari lalu, berdasarkan laporan paramedis dan kelompok pengawas Suriah di Idlib. Jumlah korban tewas akibat ledakan bom mobil dilaporkan berjumlah 25 orang.
Selain itu, hampir 100 orang dilaporkan mengalami luka parah. Pertahanan Sipil Suriah yang dikenal sebagai White Helmets mengatakan, ada empat anak dan 11 wanita di antara 25 orang korban meninggal dunia.
Saat ini, wilayah Ghouta Timur menjadi daerah terakhir yang tersisa dari area pemberontak di timur Damaskus, dan dikepung oleh pasukan Presiden Assad sejak 2013.
Menurut kesaksian warga, pesawat tempur terus menggempur kota dan juga menembaki warga. “Ketika tembakan berhenti sementara, mereka mulai menembaki kami dengan rudal,” ujar seorang ibu dua anak.
Sejak Minggu, 18 Februari 2018, serangan darat pemerintah Suriah di bawah kepemimpinan Presiden Bashar al Assad sudah bergulir.
PBB dan berbagai organisasi HAM terus-menerus menyerukan gencatan senjata permanen dan meminta pemerintah Suriah untuk mencabut blokade yang melumpuhkan tersebut.
Korban Berjatuhan, Suriah Diminta PBB untuk Cabut Blokade
