POROSMAJU.COM, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali meminta para pemimpin partai koalisi untuk mendesak parlemen meloloskan Undang-Undang Pelarangan Azan.
“RUU ini ditangguhkan sekitar satu tahun setelah sempat dibacakan di Knesset,” tulis Middle East Monitor.
Sebelumnya, Middel East Monitor pada 21 Februari 2018 mengabarkan, RUU ini untuk memberikan wewenang kepada kepolisian agar dapat mendobrak masjid yang mengumandangkan azan.
Isi RUU tersebut antara lain, melarang umat muslim menggunakan pengeras suara masjid untuk panggilan azan. Umat muslim juga tidak boleh menggunakan pengeras suara pada pukul 23.00 malam hingga 07.00 pagi.
RUU ini sebagai tindak lanjut dari pelarangan yang dikeluarkan Otoritas Israel pada tahun 2006. Saat itu, pelarangan hanya berlaku bagi tiga masjid di Yerusalem.
Pelarangan ini karena kumandang azan dengan pengeras suara dianggap dapat mengganggu kegiatan ritual umat Yahudi Ortodoks. Ini tetap menjadi alasan untuk pemberlakuan RUU tersebut.
“Pelanggar akan dikenakan denda sebesar US$3000 atau sekitar Rp 41 juta),” sebagaimana isi RUU tersebut.
Atas hal ini, para pengamat berharap usulan Netanyahu itu ada perbaikan. Hal ini terkait krisis di internal koalisi karena ditentang oleh partai-partai Yahudi Ortodoks.