POROSMAJU.COM, Malu bertanya sesat di jalan, malu bertanya mending pulang!
Bagian pertama adalah pepatah lama sedang yang kedua adalah tawaran solusi jika sedang tidak ingin bertanya.
Sebagian dari kita mungkin akan memilih bagian kedua (daripada tersesat) jika kita masuk dalam tipikal malas bertanya.
Malas bertanya karena takut salah sebenarnya hanyalah alibi. Itulah alasan budaya bertanya harus pula disertai dengan budaya membaca, agar kebiasaan “asbun” atau “asal bunyi” tidak turut serta dalam membangun identitas bangsa.
Beberapa tahun yang lalu semasa masih menyandang status mahasiswa, seorang teman seperjuangan pernah berkata, “diam adalah emas sudah tidak relevan, diam itu perunggu, mengemukakan isi kepala itu baru emas”.
Sedikit banyak saya paham maksud dari pernyataan mengemukakan isi kepala, sebab ia adalah seorang pembaca buku yang bertanggung jawab.
Dan yang terpenting ia memahami pertanyaan sebelum menjawab, ia bertanya dahulu sebelum menemukan jawaban.
Hal itu sejalan dengan pendapat seorang motivator dunia, Anthony Robbins “Jangan mencari jawaban, tapi temukanlah pertanyaan yang tepat, pasti jawaban akan muncul dengan sendirinya.”
Semulia-mulianya menjawab, ternyata aktivitas bertanya harus dijadikan prioritas.
Lalu mengapa kita masih malu bertanya?
Ternyata, budaya bertanya kita sudah dipaksa-matikan sejak kita duduk dibantu sekolahan. Di setiap akhir mata pelajaran tertentu, sebagai sirine pengingat berakhirnya sesi belajar mengajar, seorang guru akan mengeluarkan pertanyaan andalannya, “ada pertanyaan?”
Ini semacam pertanyaan yang jika tidak dijawab pula dengan pertanyaan akan memunculkan tafsiran tidak memahami pelajaran yang telah disampaikan. Di sesi ini kita serasa selangkah lebih dekat dengan sebuah mara-bahaya, tiba-tiba kita merasa diancam.
Seketika jika seorang mengacungkan tangan, tiba-tiba semua perhatian tertuju pada Si penanya, situasi ini semacam perasaan diadili.
Kurang lebih demikianlah yang disampaikan Sastrawan Makassar Aslan Abidin ketika mengisi sebuah acara kelas menulis Pekan Sastra beberapa tahun yang lalu.
Sesisi ruangan riuh menggemakan gelak tawa yang saya pikir merupakan simbol kata sepakat. Saya pun ikut tertawa sembari mengenang sekaligus bersepakat.
Jadi jika tidak ingin tersesat atau pulang dengan tangan kosong, bertanyalah. Tidak hanya dengan membaca, tentunya kekuatan bertanya juga perlu dilengkapi dengan kekuatan observasi, bergaul, dan bereksperimen, yang terlatih pula.
Jangan merasa terancam pun teradili sebab bertanya berarti selangkah lebih dekat dengan pengetahuan baru (Kartini).
Malu Bertanya, Mending Pulang?
Read Also
POROSMAJU.COM, Sebuah nama kembali muncul ke permukaan. Rocky Gerung,…
POROSMAJU.COM- Jika kita menelusuri jalan provinsi, 7 kilometer arah…