POROSMAJU.COM, Sifat alamiah seorang anak adalah meniru, baik perilaku orang rumah, tetangga, teman sekolah, atau bahkan tontonan yang mereka konsumsi sehari-hari.
Belakangan sedang marak fenomena anak-anak berperilaku layaknya, bahkan melampaui orang dewasa. Sampai muncul istilah kids jaman now.
Tidak sulit menemukan anak usia sekolah jenjang menengah pertama, bahkan siswa SD mengumbar kemesraan bersama kekasih di sosial media. Mereka mengenakan pakaian yang tidak wajar, memakai riasan yang tidak sesuai dengan umur, dan mencerocoskan sumpah-sumpah serapah yang tidak sepantasnya.
Sikap dan perilaku anak seperti ini tidak terlepas dari lingkung yang membentuknya yaitu keluarga dan sekolah.
Kehadiran media televisi yang siap mewadahi perilaku meniru Sang anak ternyata tidak bekerja sendiri. Game daring (online) juga turut dengan cara yang tidak jauh barbeda.
Menurut prediksi Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, seperti dikutip dari laman Detik, nilai pasar game di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat dari tahun ke tahun.
Di tahun 2016 lalu, pasar game Indonesia hampir menembus angka US$700 juta (sekitar Rp9,3 triliun). Angka ini semakin besar di penghujung tahun 2017.
Beberapa dari penggemar game daring akan merasa risih jika sesuatu menghambat kesenangan yang mereka ciptakan. Sama seperti ketika Anda melarang seorang perokok menghisap rokok sehabis makan atau melarang seorang penggemar fanatik berhenti membuntuti aktivitas idolanya.
Mereka tentu akhirnya sibuk sendiri, larut dalam dunia maya dan luput dari kenyataan. Kemampuan sosialisasi pun bisa jadi akan berkurang jika tidak disertai dengan pengawasan.
Memainkan game daring membuat anak terbiasa dengan aktivitas kekerasan. Mulai dari tebasan sejata tajam bahkan penghancuran lokasi tertentu dengan bom. Otak mereka distimulasi untuk menyerang lebih dahulu sebelum diserang, semua itu memicu perilaku kriminal dalam diri anak.
Pantas saja jika Psikolog Elly Risman menyebut bahwa dengan membiarkan anak-anak melulu bermain game daring, berarti kita sedang mendidik teroris-teroris masa depan.
Di tahun 2014, seorang siswa kelas I Sekolah Dasar (SD) Inpres Tamalanrea V, Makassar, Sulawesi Selatan, tewas dikeroyok tiga teman sekolahnya. AS yang baru berusia enam tahun sempat kritis selama lima hari di rumah sakit sebelum dinyatakan meninggal.
Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes Endi Sutendi mengatakan, peristiwa ini terjadi pada Kamis 27 Maret 2017 lalu saat jam istirahat di halaman sekolah. Penyebab kematian adalah hantaman benda keras.
Kasus tersebut hanyalah sebatas penyampaian, juga semacam sirine untuk dicamkan baik-baik. Dari mana seorang anak kecil belajar mengeroyok, menghakimi, menyerang, bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang? Anda pasti bisa mengajukan konsep jawabannya. (Kartini)
Game Daring dan Aktivitas "Bunuh-Bunuh" Anak
Read Also
POROSMAJU.COM, Sebuah nama kembali muncul ke permukaan. Rocky Gerung,…
POROSMAJU.COM- Jika kita menelusuri jalan provinsi, 7 kilometer arah…