POROSMAJU.COM, JAKARTA- Kondisi ekonomi global yang berdampak pada perekonomian domestik selama hampir tiga tahun terakhir, mengakibatkan industri perbankan mengalami kontraksi.
Namun, memasuki kuartal IV 2017, terlihat sinyal perbaikan melalui kenaikan harga komoditas dunia yang stabil naik. Kredit yang biasanya selalu tumbuh dobel digit, hingga akhir tahun lalu masih tumbuh di bawah 10 persen.
Kredit di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar 5,2 persen, memperlihatkan hanya tumbuh 8,35 persen secara tahunan pada akhir tahun lalu.
Hal tersebut sejalan dengan rendahnya konsumsi masyarakat yang akhirnya tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tumbuh hanya 5,1 persen sepanjang 2017, seperti data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan.
Menurut Senior Analis PT Bahana Sekuritas Henry Wibowo, seperti dikutip dari keterangannya, rendahnya penyaluran kredit pada tahun lalu, karena korporasi dan usaha kecil dan menengah (UKM) menahan diri untuk melakukan ekspansi usaha, sehingga permintaan kredit cukup rendah.
Pertumbuhan sekitar 10 persen tahun ini, berdampak pada permintaan kredit berangsur membaik, terutama kredit infrastruktur oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perkiraan ini, sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia yang memperkirakan kredit tumbuh sekitar 10-12 persen.
”Permintaan kredit investasi pada tahun ini akan beranjak naik, karena tahun ini adalah saat yang pas untuk melakukan berbagai aksi korporasi besar, sebelum memasuki Pilpres tahun depan (2019),” papar Henry, dikutip dari Viva, Kamis, 1 Februari 2018.
Kredit konsumer, khususnya yang berasal dari Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih akan tumbuh, diikuti dengan kenaikan kredit modal kerja, tambahnya.
Membaiknya pertumbuhan kredit, optimistis akan diikuti dengan meningkatnya kualitas kredit yang akan tercermin pada penurunan rasio kredit bermasalah, atau non performing loan (NPL), sehingga tren penurunan biaya pencadangan yang disisihkan industri perbankan untuk menutupi kredit bermasalah masih akan terus berlanjut sepanjang 2018.
Apalagi, kenaikan harga komoditas yang diperkirakan bertahan pada tahun ini, akan memberi ruang bagi korporasi untuk menyelesaikan kredit bermasalahnya yang masih tersisa.
Turunnya biaya pencadangan akan berdampak positif bagi laba bersih perbankan. Sekuritas milik negara ini memperkirakan, laba bersih perbankan sepanjang 2018, bakal tumbuh sekitar 14-15 persen, lebih tinggi dari perkiraan rata-rata perusahaan di pasar dengan proyeksi earning per share (EPS) yang tumbuh sekitar 12 – 13 persen.
Dengan melihat perkiraan industri perbankan yang akan pulih sepanjang tahun ini, Henry merekomendasikan beli atas saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dengan target harga Rp8.500/lembar, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dengan target harga Rp10 ribu/lembar,
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dengan target harga Rp4.530/lembar, dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), dengan target harga Rp4.500/lembar.