POROSMAJU.COM, Dinamisnya politik selalu menyertakan fenomena yang sayang untuk tak dilirik. Satu di antara fenomena yang takkalah menarik sekaligus anomali adalah fenomena kotak kosong.
Setelah masa pendaftaran calon berakhir, kontestan kotak kosong kembali eksis di panggung perhelatan pemilu di bulan Juni mendatang. Angkanya bahkan naik dari 3 paslon ( tahun 2015) dan 9 paslon (tahun 2017) menjadi 13 paslon di tahun 2018.
Sebanyak tiga belas daerah yang bakal menggelar pilkada dengan calon tunggal versus kotak kosong itu adalah Kota Prabumulih (Sumsel), Kota Tangerang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Tangerang (Banten), Kabupaten Pasuruan (Jatim), dan Kabupaten Karanganyar (Jateng).
Kemudian Kabupaten Enrekang (Sulsel), Kabupaten Minahasa Tenggara (Sulut), Kabupaten Tapin (Kalsel), Kabupaten Puncak (Papua), Kabuaten Mamasa (Sulbar), Kabupaten bandiJayawijaya (Papua), dan Kabupaten Padang Lawas Utara (Sumut).
Fenomena kotak kosong hanya akan terjadi jika calon yang maju dalam pemilihan tidak memiliki pesaing atau katakanlah pasangan tunggal.
Pada UU Pilkada No. 10 tahun 2016 dijelaskan bahwa aturan main pasangan tunggal adalah kandidat hanya butuh 50 persen dari suara sah untuk meraih kemenangan.
Jika pemilih tidak sepaham dan sepakat dengan paslon tunggal dan membutuhkan pemimpin, selain Si calon tunggal, maka datanglah beramai-ramai ke tempat pemungutan suara dan coblos kolom atau kotak kosong yang tersedia di surat suara.
Bagaimana jika kolom kosong menang? Pada Pasal 54D ayat (4) UU Pilkada No. 10 tahun 2016 menerangkan berikut ini.
“Dalam hal belum ada pasangan calon terpilih terhadap hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah menugaskan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat Walikota, hingga berlangsungnya pilkada berikutnya.”
Di Sulawesi Selatan, terdapat daerah dengan kandidat kotak kosong. Agak memalukan memang ketika kandidat berpartai, berkoalisi, sekaligus berkampanye dikalahkan oleh Si kotak kosong yang notabenenya tak mewakili “warna” apapun.
Muslimin Bando (MB)-Asman sebagai Pasangan calon (Paslon) tunggal pada Pilkada Enrekang 2018 sepertinya patut khawatir. Pasalnya, berbeda dengan beberapa tempat bersemayamnya kotak kosong, di Enrekang kotak kosong justru memancing antusiasme warga.
Minggu kemarin, ribuan loyalis mantan Bupati Enrekang, La Tinro La Tunrung dari berbagai daerah pemilihan khususnya di Kecamatan Enrekang, memenuhi posko pemenangan dan mendeklarasikan diri sebagai Tim Pemenangan Kotak Kosong.
Bahkan Pejuang Kotak Kosong, Andi Nurhatman meminta masyarakat bersatu untuk memenangkan kotak kosong. Dia menilai di era Muslimin Bando justru mengalami kemunduran dibanding era La Tinro. Hal ini menarik mengingat membiarkan fenomena kandidat tunggal sama saja dengan membunuh demokrasi kita.
Hal yang dilakukan oleh masyarakat Enrekang sebenarnya menjadi pembelajaran luar biasa, bahwa parpol jangan sekali-kali menegasikan aspirasi dan suara pemilih. Sebab, calon tunggal tidak boleh dan tidak akan pernah mematikan demokrasi kita.
Sebagaimana dikatakan oleh pengamat politik dan penulis buku ‘Politik Tanpa Identitas’, Saifuddin al Mughniy, “sebab kotak kosong adalah jawaban jatuhnya martabat ketokohan, dan mundurnya gerak demokrasi.”
Kotak Kosong: yang Mematikan dan yang Menghidupkan Demokrasi
Read Also
POROSMAJU.COM, Sebuah nama kembali muncul ke permukaan. Rocky Gerung,…
POROSMAJU.COM- Jika kita menelusuri jalan provinsi, 7 kilometer arah…