Oleh : Muh. Haidir hakim, S.P., M.Si
POROSMAJU.COM – Produk pertanian di Indonesia merupakan sumber perputaran ekonomi yang banyak melibatkan masyarakat, baik itu golongan bawah hingga golongan ekonomi keatas. Hanya saja yang masih menjadi kendala dalam produk pertanian adalah masih kurangnya daya saing. Daya saing harus dimiliki oleh produk pertanian agar mampu diterima oleh pasar dunia. Pengolahan hasil pertanian yang baik serta daya kretif dan inovatif petani adalah kunci dari daya saing tersebut.
Dibagian barat tanah Papua, tepatnya di Fakfak ada tanaman yang menjadi komoditi primadona yakni buah pala. Pala Fakfak atau (Myristica argentea Warb) adalah tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan multiguna. Setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman. Bahkan salah satu yang membuat penjajah datang ke nusantara adalah buah pala. Biji buah pala ini awalanya dijual sebagai bumbu masakan yang dapat menghangatkan tubuh, melalui perdagangan pala dikenal hingga penjuru dunia dan sampai ke eropa. Buah pala ini dijual dengan harga yang cukup mahal di eropa, Buah yang bijinya terbungkus selaput berwarna kemerahan ini bertambah mahal harganya karena dipercaya berkhasiat obat. Saat itu, ada seorang dokter yang menemukan manfaat pala sebagai obat radang paru-paru. Karena itu, orang-orang Eropa makin bersemangat untuk menemukan tempat di mana tanaman ajaib ini dapat tumbuh.
Indonesia saat ini menjadi pemasok biji dan fuli pala terbesar ke pasar dunia (sekitar 60%). Sebagai komoditas ekspor, pala mempunyai prospek yang baik karena selalu dan akan selalu dibutuhkan secara terus menerus baik dalam industri makanan, minuman, obat-obatan dan lain-lain. Sampai saat ini, kebutuhan dalam negeri untuk pala juga cukup tinggi. Pada tahun 2020 harga fuli pala Rp250.000/kg atau sedikit bergerak naik dari Rp245.000/kg, sedangkan harga biji pala bundar turun menjadi Rp60.000 dari sebelumnya Rp68.000/kg. Harga fuli pala selalu menggembirakan para petani, sebab cukup mahal dan harga ini belum pernah turun di bawah angka Rp200.000 sejak tahun 2019 sampai sekarang. belum lagi jika daging buah pala diolah menjadi manisan atau sirup pala. Dengan demikian maka jika dikelola dengan bijaksana komoditas pala tersebut dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat petani. Maka dari itu sudah seharusnya didaerah Papua Barat khususnya di Fakfak harus diperadakan industri pengolahan pala, agar petani tak perlu mengirim jauh hasil panen pala mereka. Petani akan semakin bersemangat berkebun pala dikarenakan sudah tempat pasti untuk pemasaran dan pengolahannya. Pala akan kembali menjadi sumber devisa negara serta rempah primadona seperti ketika penjajah datang ke nusantara.