POROSMAJU.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempertimbangkan terkait justice collaborator (JC) yang diajukan oleh Setya Novanto.
Diketahui pengajuan oleh Setnov tersebut dilakukan pada tanggal 11 Januari 2018 kemarin.
Dengan pengajuan diri sebagai justice collaborator, Setya Novanto harus bekerja sama dengan penyidik KPK untuk membongkar pelaku utama dalam kasus korupsi e-KTP senilai Rp5,9 triliun.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menuturkan, pengajuan justice collaborator Setya Novanto masih sementara dipertimbangkan.
Ini karena proses pengabulannya tidak bisa dilakukan dengan cepat, sebagaimana penjelasan Febri saat ditemui di gedung KPK, Jakarta, Jumat 12 Januari 2018.
Selain itu, KPK pun akan melihat juga konsistensi Setya Novanto dalam persidangan perkara e-KTP, apakah yang bersangkutan cukup kooperatif dan mengakui perbuatannya. Karena kondisi ini sangat berkonsekuensi terhadap tuntutan, putusan, atau hal-hal setelah nantinya menjadi terpidana.
“Kalau masih berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatan tentu saja itu akan menjadi faktor tidak dikabulkannya JC karena itu kami butuh waktu. Kami lihat perkembangan proses penyidikan dan proses persidangan yang sedang berjalan ini sampai dengan tahap akhir nanti,” tutur Febri seperti dikutip Antara.
Untuk diketahui, Setya Novanto didakwa mendapat keuntungan US$ 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille senilai US$ 135 ribu dari proyek e-KTP. Dia didakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.