POROSMAJU-MAKASSAR, Musim hujan selalu membuat warga was-was akan berbagai dampak yang mungkin saja terjadi. Mulai dari banjir, longsor, pohon tumbang, hingga angin kencang.
Terkhusus efek kenaikan air karena hujan, terkadang politisi atau pemerintah melaukan pembelaan dengan merancukan antara “banjir” dan “genangan”.
Pemerintah biasanya memberikan definisi kenaikan air dengan menyebutnya sebagai genangan untuk menghindari berbagai macam sorotan.
Menurut penjelasan Siswanto, Kasubid Pelayanan Jasa BMKG Wilayah IV Makassar, bahwa “banjir” dan “genangan” memang memiliki perbedaan dari sudut pandang karakteristik.
“Yang dikatakan ” banjir” ketika curah hujan dengan intesitas lebat-sangat lebat atau curah hujan ekstrim lebih dr 50mm/hari, dan tergantung tata guna lahanx apakah masih mendukung, kemudian banjir asumsinya bisa menimbulkan dampak berat seperti korban jiwa, kerugian material dan air lama surut sampai waktu 1×24 jam,” ujar Siswanto.
Sedangkan untuk genangan, biasanya dalam waktu dan ketinggian tertentu.
“”Genangan” ketika curah hujan intesitas ringan dan ketinggian kurang dari 50cm yang tidak terlalu berdampak signifikan atau cepat surut dalam waktu beberapa jam saja,” ujar Siswanto.
Meski dipandang berbeda, Siswanto sendiri mengaku bahwa “banjir” ataupun “genangan” pada dasarnya tetap saja memberikan dampak buruk kepada masyarakat.
“Hanya saja dampak tetap dirasakan oleh masyarakat, seperti kemacetan dll.,” ujar Siswanto.
Jadi, pada dasarnya “banjir” ataupun “genangan” bukan sesuatu yang benar-benar berbeda. Keduanya akan merugikan masyarakat jika tidak ditanggulangi dengan tepat. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian pemerintah untuk mempersiapkan diri menghadapi musim hujan.