POROSMAJU.COM, MAKASSAR- Pekan ini, ada dua warna dominan yang menjadi diskursus di Indonesia. Warna tersebut adalah, warna biru muda milik Dilan 1990 dan warna kuning almamater Universitas Indonesia (UI).
Dilan mampu menghipnotis kawula muda dengan segala sesuatu menjadi “berat” karena sebuah quote dari Pidi Baiq, “Rindu itu berat, kamu gak akan kuat, biar aku saja”. Akhirnya, selain persoalan “berat”, warna biru muda khas dilan menjadi sebuah warna yang kerap dimanfaatkan dalam bidang apa pun.
Di fragmen yang lain, tepat pada Jumat 2 Februari 2018 di hari Dies Natalis Ke-68 UI, Ketua BEM UI, Zaadit Taqwa dengan berani mengancungkan kartu kuning kepada Presiden Joko Widodo.
Keduanya menjadi pembicaraan dengan ranah yang berbeda. Dilan dengan kawula mudanya dan kartu kuning untuk Jokowi yang menyasar soal politik yang kemudian beririsan dengan pergerakan Mahasiswa.
Kartu kuning untuk Jokowi tidak hanya menjadi sebuah sensasional, tetapi menjadi sebuah momen untuk menjelaskan aspirasi mahasiswa UI. Melalui kekuatan media, diketahuilah bahwa tiga isu yang disuarakan BEM UI yaitu, soal gizi buruk di Asmat, dwifungsi TNI/Polri, dan penerapan peraturan baru organisasi Mahasiswa. BEM UI menilai bahwa Jokowi harus mendapatkan “peringatan” terkait hal tersebut.
Terkait peristiwa tersebut, Makassar sebagai sebuah kota yang (dahulu) sering disebut sebagai kota “pergerakan mahasiswa” mulai mendapatkan riak-riak kejadian tersebut. Universitas Hasanuddin (Unhas) sebagai salah satu perguruan tinggi ternama mendapatkan semacam “psy war” dengan kalimat “Kapan Unhas Keluarkan Kartu Merah”.
Entah kebetulan atau seperti apa, akan tetapi, kuning dan merah merupakan asosiasi yang paling tepat karena kedua warna tersebut digunakan dalam pertandingan sepakbola. Kartu kuning merupakan tanda peringatan, sedangkan kartu merah menandakan bahwa pemain harus keluar dari permainan.
Kembali ke soal warna merah, entah sebuah kebetulan atau bukan, tanggal 16–17 Februari 2018 mendatang, Presiden Jokowi dijadwalkan akan membukan kongres Forum Rektor Indonesia (FRI) 2018 yang bertempat di Unhas. Tentu saja, hal ini memungkinkan muncul wacana dan aspirasi mahasiswa yang juga bisa disampaikan ke Presiden Jokowi.
Kartu merah untuk Jokowi “mungkin” akan menjadi sebuah “seruan”, akan tetapi seharusnya makna “kartu merah” untuk Jokowi kemudian tidak dimaknakan secara literer saja dengan cara melakukan hal yang sama dengan BEM UI.
Meski demikian, “kartu merah” untuk Jokowi, jika itu benar-benar ada nantinya, harusnya diaktualisasikan dengan cara yang lebih elegan. Mahasiswa dengan berbagai inspirasi pemikiran dan kreativitas tentu mampu menyampaikan aspirasi dengan yang mungkin saja melampau makna “kartu kuning atau pun “kartu merah”.
Dua hal yang kemudian menjadi tantangan adalah, bagaimana memanfaatkan momentum yang ada. Selain itu, bagaimana membuat sesuatu yang kreatif sehingga aspirasi dapat tersampaikan.
Saran lain, jika memang satu warna tidak mampu bergerak, maka campurkan saja dengan warna lain, contoh sederhananya adalah memadukan “merah dan kuning” akan menghasilkan warna orange. Jika butuh warna lain, tentu masih banyak warna yang bisa bergabung seperti, biru, hijau, kuning hingga menjadi mejikuhibiniu. Akankah? Eh, Mampukah?
Mampukah Mahasiswa Makassar Mengeluarkan Kartu Merah?
Read Also
POROSMAJU.COM, Sebuah nama kembali muncul ke permukaan. Rocky Gerung,…
POROSMAJU.COM- Jika kita menelusuri jalan provinsi, 7 kilometer arah…