POROSMAJU.COM, MAKASSAR- Bahasa merupakan penemuan manusia yang paling canggih. Melalui bahasa, manusia mampu berkomunikasi untuk mampu saling memahami satu dengan yang lain.
Selain itu, setelah penemuan aksara sebagai bahasa tulis, bahasa juga dijadikan sebagai suatu monumen untuk mengabadikan peristiwa, sejarah, hingga pikiran-pikiran manusia.
Ada ribuan bahasa yang ada di dunia, akan tetapi tidak semua memiliki aksara tersendiri. Hal inilah yang menjadi salah satu keistimewaan bahasa Bugis dan Makassar.
Selain sebagai bahasa daerah yang berbeda dari daerah lain, bahasa Bugis dan Makassar memiliki satu aksara yang disebut sebagai lontaraq, selanjutnya disebut lontara.
Selain kesitimewaan bahasa dan aksara tersendiri, aksara lontara lahir dari sebuah kebudayaan yang filosofis. Penemuan aksara lontara merupakan aktualisasi dari prinsip hidup orang Bugis-Makassar saat itu.
Mattulada dalam buku “Latoa” menyebutkan, baik tanda-tanda bunyi atau aksara lontara maupun hasil kesustraan klasik, erat kaitannya dengan dengan masalah kehidupan yang tersimpul dalam panggadereng.
Jadi, terdapat semacam kepercayaan bahwa penciptaan aksara dan kelahiran kesusatraan bersumber dari satu latar belakang kefilsafatan panggadereng sebagai satu keseluruhan.
Pada mulanya, kesusastraan orang Bugis yang dituliskan dalam lontara adalah seusatu yang dianggap suci. Hal ini kemudian berkembang dan disesuaikan dengan sikap hidup masyarakat serta kebudayaan.
Lebih lanjut, Mattulada mengemukakakn bahwa penciptaan aksara lontara oleh Bugis-Makassar berpangkal pada kepecayaan mitologis.
Orang Bugis-Makassar menganggap alam semsesta merupakan sulapaq eppaq walasuji (segi empat seperti ketupat). Semua ini adalah kesatuan yang dinyatakan dalam simbol segi empat ketupat yang berarti sesuatu yang tuggal.
Simbol sulapaq eppa tersebut dianggap menyimbolkan mikrokosmos manusia. Jadi, empat bagian tersebut teridiri atas kepala yang berada di bagian atas, tangan di bagian kiri dan kanan, serta kaki yang berada di bagian bawah.
Simbol sulapaq eppaq tersebut menurut Mattulada dinyatakan konkrit sebagai bagian kepala manusia yang disebut ‘saungeng’. Arti ‘saungeng’ adalah mulut atau tempat keluar.
Menurut orang Bugis-Makassar, mulutlah tempat segala sesuatu dinyatakan yang kemudian disebut sadda (bunyi). Bunyi tersebut disusun sehingga menjadi ada (kata, sabda, titah).
Kata dianggap sebagai kosmos (seluruh alam) yang kemudian di atur melalui adae (semacam kata untuk mengatur). Adae merupakan titik pangkal terbentuknya ade (adat) yang digunakan untuk mengatur alam melalui kata-kata hikmata yang disebut paseng (petuah).
Diyakinilah bahwa:
/sadda mappabbati’ ada/ bunyi berwujud kata
/ada mappabbati’ gau’/ kata berwujud perbuatan
/gau’ mappabbati’ tau/ perbuatan mewujudkan manusia
Filosofi tersebut menunjukkan hubungan erat antara kebudayaan atau falsafah hidup orang Bugis-Makassar dengan aksara lontara. Jadi, aksara lontara bukan hanya sebagai medium bahasa tulis.
Tidak semua peradaban manusia mampu menemukan sebuah sistem bahasa tersendiri. Jika pun ditemukan, aksara tersebut belum tentu mampu memuat filosofi kehidupan dan kebudayaan mereka.
Penemuan akasara lontara merupakan salah satau wujud dari kecerdasan dan pemikiran mendalam orang Bugis-Makassar terhadap kebudayaan dan falsafah hidup.
Aksara Lontara, Bukti Kecerdasan Orang Bugis-Makassar
Read Also
POROSMAJU.COM, Sebuah nama kembali muncul ke permukaan. Rocky Gerung,…
POROSMAJU.COM- Jika kita menelusuri jalan provinsi, 7 kilometer arah…