POROSMAJU.COM, Manusia itu aneh, di satu sisi ia menjunjung perbedaan, di sisi lain ia mencintai sensasionalitas yang cenderung seragam dalam ide dan bentuk.
Melalui layar gawai, belakangan, kita menikmati pertunjukan orang-orang yang mendambakan pujian. Berjoget-joget dan komat-kamit tidak jelas adalah identitas baru yang digandrungi saat ini.
Mereka berlomba-lomba mengupload, berburu vierws dan like, menjadi-jadi, dan semakin tanpa batasan. Tanpa kendali.
Tidak lama setelah itu, mereka kemudian melabeli diri mereka dengan identitas narsis. Tanpa merujuk pada akar sejarah kata, lahirlah sebuah kesepakatan baru.
Narsis adalah nama lain dari kekinian, yang karenanya siapa pun berhak menjadi artis dengan penggemar di mana-mana.
Dalam mitologi Yunani, diceritakan seorang tokoh yang dikutuk mencintai bayangannya sendiri. Ialah Narkissos (versi bahasa Latin: Narcissus) yang tanpa sengaja menjulurkan tangannya ke kolam dan tenggelam.
Di tempat itu kemudian tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narsis.
Oleh Sigmund Freud, Narsisisme digunakan sebagai istilah yang menjelaskan perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Orang yang mengalami gejala ini disebut narsisis (narcissist).
Narsistik sendiri ditandai dengan kecenderungan untuk memandang diri dengan cara yang berlebihan, senang sekali menyombongkan diri dan berharap orang lain memberikan pujian. Selain itu juga tumbuh perasaan paling mampu, paling unik.
Orang-orang yang (bangga) narsis ini kemudian bersatu, serasa memiliki hubungan kuat. Dengan naluri saudara tak sedarah, mereka dipersatukan melalui satu aplikasi yang dapat diunduh dengan gratis di play store masing-masing.
Uniknya, mereka saling menertawakan sambil melakukan hal yang sama. Sambil mengejar viral, orang-orang ini secara tak sadar menenggelamkan diri mereka pada satu dunia baru. Dunia di mana semuanya serba receh.
Dalam bukunya yang berjudul The Natural Limitations of Youth, Mitchell JJ menyebutkan ada lima penyebab kemunculan narsis pada remaja, yaitu adanya kecenderungan mengharapkan perlakuan khusus, kurang bisa berempati sama orang lain, sulit memberikan kasih sayang, belum punya kontrol moral yang kuat, dan kurang rasional.
Kedua aspek terakhir inilah yang paling kuat memicu narsisme yang berefek gawat.
Tidak pernah ada yang mengatakan bahwa perilaku narsis itu tidak baik, hanya saja, akhirnya selalu sama. Tenggelam.
Narsis Itu Menenggelamkan, Percayalah!
Read Also
Oleh : Muh. Haidir hakim, S.P., M.Si POROSMAJU.COM…
Oleh : Rahmat Ariandi, S.Hut., M.Hut – Dosen…