POROSMAJU.COM, Riset Pew Research Center tahun 2014 mengungkap, 26 persen negara di dunia punya hukum anti-penodaan agama. Ada pun 13 persen punya hukum anti-kemurtadan. Seseorang yang dituduh menodai agama dan murtad bisa dikenai sanksi dan dipenjara di negara tersebut.
Selepas menonton video yang dilaknat beramai-ramai, saya menontonnya full biar lega saya menilai. Karena yang beredar kebanyakan, videonya terpotong, sulit untuk menilai utuh.
Karena saya bukan ahli puisi, agama, dan terlebih lagi politik, saya hanya manggut-manggut tanda paham tanpa mengerti.
Andai ibu tahu, di negara ini setidaknya orang harus paham ketiganya (puisi, agama, dan politik) agar tidak mencaci semaki-makinya. Meski tidak paham ketiganya, asal ibu tahu, saya selalu berupaya memahami.
Bahkan saya membayangkan, andai sebelumnya kita berdiskusi, kusarankan ibu agar mengubah atau bahkan tidak usah berpuisi.
Sambil mondar-mandir di pencarian Om Gugel, akan saya perlihatkan kasus “Langit Makin Mendung” yang menimpa H.B. Jassin. Akibat tulisan yang ditulis oleh pemilik nama pena Ki Panji Kusmin tersebut, penanggungjawab Majalah Sastra itu dijatuhi hukuman satu tahun penjara, dengan masa percobaan dua tahun.
Kasus selanjutnya di tahun 1990 menimpa Arswendo Atmowiloto ketika tabloid Monitor menerbitkan artikel 50 Tokoh yang Dikagumi Pembaca Kita. Angket ini menjadi kecaman karena Nabi Muhammad SAW hanya menempati posisi ke-11 dengan 616 kartu pos pengagum saja.
Alhasil, ia dibui selama lima tahun dan pada 23 Oktober 1990, Monitor pun dilarang terbit.
Jika ibu menyesal sekarang, sudah terlambat. Tapi bersyukurlah karya ibu banyak dibicarakan, dituliskan kembali, bahkan dibuatkan tandingannya, meski tujuannya hanya untuk dikata-katai.
Saya kasihan, ibu dikatai gila dan bodoh sambil lalu mereka mengikutsertakan garis keturunan dan partai tertentu. Astagfirullah. Andai bisa saya mengingatkan, mereka itu banyak, Bu.
Pembelaan Jassin saja, semasa hidup tidak menyelamatkannya. Padahal ia sudah mengatakan:
“Karya adalah akibat imajinasi penulisnya, bukanlah dogma, sejarah, etika, atau realita objektif, namun sebuah karya yang berada di dalam dunianya sendiri”.
Apalagi sekarang dia sudah mati.
Seperti yang terjadi dalam kasus H.B. Jassin dan Arswendo Atmowiloto. Semuanya menjadi semakin sulit ketika kasus itu juga beririsan dengan pertarungan politik. Jangan lengah, Bu.
Achdiat K. Mihardja pernah bilang, waktu itu di tahun 1968, bahwa sebaiknya cerita semacam Langit Makin Mendung dan majalah Sastra dijadikan pokok diskusi di depan televisi atau tempat terbuka lainnya, antara sastrawan, ahli agama, ahli moral, ahli ilmu jiwa, ahli pendidikan, ahli hukum, ahli kemasyarakatan, dan ahli-ahli lainnya yang perlu diketahui pendiriannya oleh masyarakat ramai.
Kemudian anggota masyarakat tersebut dipersilakan menyimpulkan pendapat mereka masing-masing. Tapi sayang sekali Bu, beliau juga telah mati.
Ibu, sih. Nakal!
Kepada Ibu Sukmawati, Izinkan Aku Memahamimu
Read Also
Oleh : Muh. Haidir hakim, S.P., M.Si POROSMAJU.COM…
Oleh : Rahmat Ariandi, S.Hut., M.Hut – Dosen…