POROSMAJU.COM, Selama ini mungkin kita selalu membahas tentang standar cantik dan seolah melupakan standar ganteng. Apa iya standar yang kita maksud tidak ada?
Jika iya, lalu mengapa saat ini produksi film kita didominasi oleh wajah-wajah blasteran?
Mengapa sinetron-sinetron remaja sekarang diperankan oleh Maxime Bouttier, Bio One, Varell Bramasta, Aliando Syarief, Steven William dan sebagainya? Ke mana wajah-wajah Anjasmara atau Tomy Kurniawan, misalnya.
Jika standar cantik saat ini adalah perempuan tinggi, putih, dan langsing, ala cewek-cewek K-Pop kira-kira bagaimanakah standar ganteng yang kita adopsi?
Cowok-cowok yang berwajah oriental dan yang terkesan blasteran menjadi salah satu tren dalam standar cowok ganteng awal 2000-an. Berawal dari banyaknya artis blasteran menghiasi layar kaca. Sebut saja nama Roger Danuarta dan Steve Emmanuel.
Berbeda dengan tahun 80-an, pada masa ini sosok yang nyaris sempurna terdapat dalam diri Onky Alexander yang berperan sebagai Mas Boy dalam film Catatan Si Boy. Pada masanya, Onky adalah idaman banyak cewek Indonesia.
Sementara itu, pada tahun 2002, ketika drama Korea diperkenalkan di Indonesia lewat televisi-televisi swasta, salah satu judul yang sangat digandrungi yaitu ‘Endless Love’. Setelah itu, tak kurang dari 50 judul drama Korea memenuhi industri hiburan di tanah air.
Memasuki tahun 2011, K-Pop mulai merambah ke sejumlah negara Asia bahkan Eropa, tidak terkecuali Indonesia. Nama-nama seperti Le Min Ho dan baru-baru ini Song Joongki menjadi standar ganteng cewek Indonesia. Tak ketinggalan jajaran member-member boyband EXO yang banyak digandrungi.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa standar ganteng mengikuti pada penawaran pasar melalui produksi film dan berbagai tontonan melalui layar kaca. Melalui perantara budaya penggemar, standar-standar idola dihadirkan dan secara tak sadar disepakati.
Seperti yang dituliskan oleh John Storey dalam buku Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop bahwa penggemar dipahami sebagai korban-korban pasif dan patologis media massa. Stereotip yang paling umum adalah kelompok-kelompok gadis dan perempuan histeris yang meneriaki para selebritis yang kesepian serta para cowok dan laki-laki obsesif yang memimpikan pembunuhan.
Sebenarnya, standar dilahirkan melalui budaya penggemar. Tidak hanya hari ini, bahkan jauh-jauh hari. Hanya caranya saja yang berbeda. Ketika dulu bentuk fanatisme disalurkan melalui poster-poster idola di dinding kamar maka saat ini, bentuk yang paling jamak adalah postingan-postingan mengenai Sang idola melalui akun media sosial pribadi.
Bukan pula bahwa wajah-wajah khas Indonesia seperti Anjasmara dilupakan. Hanya saja, pasar telah menjatuhkan pilihannya pada standar-standar baru. Dan pilihan itu jatuh kepada apa yang belakangan terlihat mondar-mandir di layar kaca kita (Kartini).
Teriakan Kelompok-kelompok Histeris, Standar Ganteng, dan Budaya Penggemar
Admin2 min read